Sejarah Kesultanan Banten dan Tempat Bersejarah di Kawasan Banten Lama
Sejarah Kerajaan Banten
Sebagaimana diketahui bahwa
Banten Lama merupakan situs kota Islam, bekas ibukota Kerajaan Banten yang
didirikan pada tahun 1526, setelah dipindahkannya dari pedalaman, yakni Banten Girang
(Djajadiningrat, 1983: 145-146). Kesultanan Banten diresmikan tahun 1552 sebagai vassal Kerajaan Demak. Raja pertamanya adalah Hasanuddin yang merupakan
putra Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Ia memerintah pada 1552-1570. Pada masa
pemerintahannya didirikan Keraton Surosowan, yang merupakan istana tempat
tinggal raja dan keluarganya. Hasanuddin wafat pada 1570 (Michrob, 1993:
69-71). Pengganti Hasanuddin adalah putranya yang terkenal dengan nama Maulana
Yusuf. Pada 1580, Maulana Yusuf wafat dan digantikan oleh putranya, yakni
Maulana Muhammad, yang baru berumur 9 tahun sehingga pemerintahan dipegang oleh
Mangkubumi sampai raja sendiri menjadi dewasa. Maulana Muhammad wafat 1627 pada
saat melakukan penyerangan ke Palembang. Kemudian ia digantikan oleh putranya,
Abdulmufakhir yang baru berusia lima bulan dan pemerintahan dipegang oleh
seorang Mangkubumi. Ternyata masalah perwalian itu banyak menimbulkan
perselisihan. Keadaan baru mereda setelah tampil tokoh kuat yang bernama
Pangeran Ranamenggala yang mengendalikan pemerintahan hingga wafatnya, pada
1624 (Michrob, 1993: 73-77).
Banten mengalami kejayaan pada
masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672). Pada masa kejayaannya,
Banten banyak mengalami konflik dengan Kompeni Belanda yang mengakibatkan
ditangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa dan dipenjarakan di Batavia hingga wafatnya
pada 1692 (Tjandrasasmita dalam Michrob, 1993: 158). Setelah era kejayaannya,
Banten langsung mengalami kemunduran. Pada masa itu Banten diperintah oleh
Sultan Haji yang menjalin kerjasama dengan Kompeni (Michrob, 1993: 89-95).
Banten semakin mundur terutama
akibat semakin gencarnya blokade-blokade Kompeni atas wilayah-wilayah Banten
yang potensial. Kemunduran Banten berlanjut hingga masa pemerintahan Sultan
Muhammad Syafiuddin yang pada 1813 dipaksa turun tahta oleh Raffles dan
menyerahkan jabatan pemerintahan Banten kepada pemerintah Inggris. Kesultanan
Banten dihapuskan. Gelar “Sultan” boleh dipakai terus dan kepada Sultan diberi
10.000 Ringgit Spanyol setahun. Sultan Syafiuddin digantikan oleh Muhammad
Rafiuddin, yang pada 1832 juga diasingkan ke Surabaya karena dituduh berkomplot
dengan bajak laut. Sejak itu, Kesultanan Banten runtuh (Michrob, 1993: 67-176).
Silsilah Raja Banten
No.
Nama Tahun Pemerintahan
1.
Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan
1552-1570
2.
Maulana Yusuf Panembahan Pekalangan Gede
1570-1580
3.
Maulana Muhammad, Pangeran Ratu ing Banten
1580-1596
4.
Sultan Abul Mafakhir Mahmud ‘abdul kadir
kenari 1596-1651
5.
Sultan Ageng Tirtayasa ‘Abul Fath ‘Abdul
Fattah 1651-1672
6.
Sultan ‘Abun Nasr ‘Abdul Kahhar-Sultan
Haji 1672-1687
7.
Sultan Abdulfadhl 1687-1690
8.
Sultan Abul Mahasin Zainul ‘Abidin
1690-1733
9.
Sultan Muhammad Syifa’ Zainul ‘Arifin
1733-1750
10.
Sultan Syarifuddin Ratu Wakil 1750-1752
11.
Sultan Muhammad Wasi’ Zainul Alimin
1752-1753
12.
Sultan Muhammad ‘Arif Zainul Asyikin
1753-1773
13.
Sultan “Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin
1773-1799
14.
Sultan Muhyiddin Zainussholihin 1799-1801
15.
Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin
1801-1802
16.
Sultan Wakil Pangeran Natawijaya 1802-1803
17.
Sultan Agilludin (Aliyuddin II) 1803-1808
18.
Sultan Wakil Pangen Suramanggala 1808-1809
19.
Sultan Muhammad syafiuddin 1809-1813
20.
Sultan Muhammad Rafiuddin 1813-1820
Sumber: Halwany Michrob, 1993
Situs-situs
di Kawasan Banten Lama
Ada beberapa situs atau tempat bersejarah yang tersebar di Kawasan Banten Lama yang berdekatan dengan Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Situs-situs tersebut merupakan
peninggalan Kesultanan Banten yang tersebar di area Kawasan Banten Lama,
membentang dari Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, di sebelah Barat hingga Pelabuhan
Karangantu di sebelah timur, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, di sebelah Selatan hingga
Kampung Pamarican di sebelah Utara. Berikut beberapa tempat bersejarah di Kawasan Banten Lama tersebut.
1) Keraton Surosowan
Keraton Surosowan
terletak + 100 m tepat di depan Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Keraton
Surosowan adalah bekas tempat kediaman Sultan-Sultan Banten. olKeindahan arsitektur bangunan Keraton Surosowan sebelum
dihancurkan membuat takjub orang-orang Belanda yang datang mengunjunginya. Mereka
menyebut Kota Banten sebagai Fort Diamont
atau “Kota Intan”. Bangunan Keraton Surosowan dikelilingi tembok perbentengan
seluas ± 4 hektar.
Keraton Surosowan
dibangun pada 8 Oktober 1526 pada era Hasanuddin, yang dikenal sebagai pendiri
Kesultanan Banten sekaligus sultan Banten yang pertama. Keraton Surosowan
beberapa kali mengalami penghancuran. Kehancuran yang pertama tahun 1680, saat
terjadi Perang-Banten. Perang akibat perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa
dengan putranya, Sultan Haji. Kehancuran kedua tahun 1808 oleh Daendels. Daendels memerintahkan Sultan Banten
untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk
membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan
menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan
penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta
keluarganya disekap dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Aliyuddin
II (1803-1808) kemudian akan diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22
November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah
Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda. Kesultanan
Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada
tahun itu Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun tahta kemudian dibuang ke
Surabaya. Peristiwa tersebut merupakan pukulan berat yang mengakhiri riwayat
Kesultanan Banten.Bangunan ini dikelilingi tembok perbentengan seluas ± 4 hektar. Saat ini, bangunan keraton Surosowan hanya tersisa pondasi
dan tembok dinding benteng yang sebagian telah rusak. Benteng Surosowan
berbentuk empat persegi panjang dengan panjang 305 m, lebar 130,5 m, dan tinggi
mencapai 5 m. Masing-masing sudut benteng disebut Bastion. Bastion berarti bagian (di sudut) benteng,
terdiri atas dua sisi dan dua sayap, dirancang untuk memperkuat pertahanan.
2) Keraton Kaibon
Ditinjau dari
namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin,
Ratu Aisyah mengigat pada waktu itu, sebagai sultan ke-20 dari Kesultanan
Banten, Sultan Syafiudin masih sangat muda untuk memegang tampuk pemerintahan. Setelah Surosowan
dihancurkan Belanda, Keraton Kaibon menjadi tempat tinggal Sultan Syafiudin, yang
memerintah di Kesultanan Banten sejak tahun 1809. Sultan tersebut wafat pada
tahun 1899. Secara resmi, Keraton Kaibon dipergunakan sampai dengan masa
pemerintahan Bupati Banten pertama yang mendapat restu Belanda, yakni Aria Adi
Santika sebagai pengganti pemerintah kesultanan yang dihapuskan mulai tahun 1813
oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Hindia Belanda dari Kerajaan Inggris.
Keraton Kaibon memiliki arsitektur dua macam pintu gerbang, yakni gerbang berbentuk bentar, yang merupakan
gerbang sayap, dan gerbang paduraksa.
3)
Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten
merupakan kompleks bangunan, terletak + 100 m di sebelah barat Museum
Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Kompleks bangunan masjid ini terdiri dari:
(1) Bangunan
Masjid Agung
(2) Bangunan
Tiyamah
(3) Menara
masjid
4) Makam-Makam Di Kompleks Masjid Agung Banten
Makam-makam utama yang
berada di sisi utara Masjid Agung Banten, berturut-turut dari kiri ke kanan adalah sebagai berikut:
( (1) Makam Sultan Abdul Fath Abdul Fatah (Sultan Ageng Tirtayasa)
(2) Makam Sultan Maulana Muhammad Nasaruddin
(3)
Makam Pangeran Ratu (istri Sultan Maulana Hasanuddin)
(4)
Makam Sultan Maulana Hasanuddin
(5)
Makam Sultan Abdul Fadhal
(6)
Makam permaisuri Sultan Abdul Fadhal
(7)
Makam Sultan Abu Nasir Abdul Kohar (Sultan Haji)
Di sebelah
barat cungkup makam Sultan Hasanuddin terdapat beberapa
makam, salah satunya adalah makam Sultan Zainal Abidin. Di selatan masjid terdapat makam-makam yang terletak dalam
satu ruang, berturut-turut dari kiri ke kanan adalah sebagai
berikut:
(1)
Satu makam dengan nama yang kurang jelas terbaca
(2)
Makam Pangeran Aria
(3)
Makam Sultan Maulana Muhammad
(4)
Makam Sultan Mukhyi
(5)
Makam Sultan Abdul Mufakir
(6)
Makam Sultan Zainul Arifin
(7)
Makam Sultan Zainul Asikin
(8)
Makam Sultan Syarifuddin
(9)
Makam Ratu Salamah
(10) Makam Ratu Latifah
(11) Makam Ratu Mosmudah
5)
Masjid Kasunyatan
Masjid
Kasunyatan terletak di Desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang. Lokasi masjid
ini sekitar + 1 km di selatan
Kompleks Masjid Agung Banten. Berdasarkan
cerita masyarakat, masjid ini didirikan oleh guru spiritual
Maulana Muhammad, sekitar pertengahan abad XVI.
6) Masjid dan Makam Kenari
Masjid
Kenari merupakan
peninggalan Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir Kenari (1596-1651). Masjid ini terletak di Kampung Kenari, sekitar 3 km ke arah selatan dari Desa Banten. Menurut cerita, pada masa lalu kampung ini
merupakan tempat tinggal keluarga sultan.
Lokasi makam Kenari terletak berhadapan dengan Masjid Kenari. Kompleks makam ini merupakan makam Sultan Abdul
Mufakhir Mahmud Abdul Kadir Kenari (1596-1651). Di tempat ini juga terdapat
makam puteranya, yaitu Sultan Abdul Ma’ali Ahmad. Di sekitar kedua makam utama terdapat makam-makam kerabat dan relasi Sultan. Kompleks
makam kenari ini memiliki gerbang berbentuk bentar yang terbuat dari bata.
7) Masjid Pacinan Tinggi
Masjid Pacinan Tinggi merupakan masjid pertama yang dibangun oleh Syarif
Hidayatullah dan dilanjutkan oleh Maulana Hasanuddin. Disebut
Masjid Pacinan Tinggi karena dahulunya banyak orang Cina
berdagang dan bertempat tinggal di sekitar masjid ini. Kini, masjid tersebut telah runtuh. Bagian yang tersisa adalah mihrab dan pondasi
bangunan masjid. Di depan bangunan utama terdapat menara berbentuk
persegiempat. Bangunan ini terbuat dari bata sedangkan pondasinya dari batu karang. Lokasinya
sekitar 1 km ke arah barat dari Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
8) Masjid Koja
Masjid
ini terletak di sisi Selatan jalan yang menghubungkan
Karangantu dengan Benteng Speelwijk. Pada
masa lalu, masjid ini digunakan oleh masyarakat Koja, yaitu orang-orang yang berasal dari India dan Gujarat. Saat ini, Masjid
Koja hanya tinggal reruntuhannya.
9) Makam Pangeran Arya Mandalika
Makam Pangeran
Arya Mandalika terletak
di Kampung Kroya + 500 m ke arah selatan
dari Keraton Kaibon.
Pangeran Arya Mandalika adalah putera Sultan Hasanuddin
dari ibu yang bukan permaisuri.
10) Makam Pangeran Mas
Makam Pangeran Mas terletak di Kampung Pangkalan Nangka. Pintu gerbang menuju makam tersebut
bergaya kolonial. Berdasarkan data sejarah, Pangeran Mas adalah seorang
Pangeran dari Demak, Aria Pengiri, putra Sunan Praworo (P. Mu’min).
11) Makam Maulana Yusuf
Makam ini terletak di sebelah timur jalan raya menuju Banten, tidak jauh
dari Kampung Kasunyatan + 2 km ke arah selatan
dari Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Kompleks makam ini disebut juga Pekalangan Gede. Maulana Yusuf banyak berjasa dalam penyebaran agama Islam,
khususnya di wilayah Banten. Selain makam Maulana Yusuf, di dalam
kompleks makam ini juga terdapat makam keluarga sultan dan
pengikutnya. Di sisi Selatan kompleks makam ini terdapat kompleks pemakaman
Pekalangan Cilik yang lokasinya masih satu desa.
12) Makam Pangeran Astapati
Makam ini terletak di kampung Odel, di tepi Jalan Raya Banten. Pintu masuknya bergaya Eropa dengan perpaduan
motif Jawa Kuna. Pangeran Astapati adalah seorang panglima perang
Banten semasa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Ia adalah seorang keturunan
pemimpin suku Baduy di Kanekes, Banten Selatan, yang menikah dengan Ratu
Dahlia, salah seorang puteri sultan.
13) Jembatan Rante
Jembatan Rante didirikan di atas
kanal Kota Banten Lama yang terletak 200 m di utara Museum Situs Kepurbakalaan Banten lama. Diduga, bentuk
awalnya
adalah seperti Jembatan Kota Intan
yang ada di Jakarta. Dahulu, jembatan ini digunakan sebagai jalan untuk menghubungkan luar kota dengan
pusat kota Banten Lama. Jembatan itu dibangun
di atas sungai/kanal yang digunakan sebagai jalur lalu lintas kapal/perahu,
sehingga dapat dinaik-turunkan dengan menggunakan
rantai. Tahun pembangunannya belum diketahui secara
pasti. Cornellis de Houtman telah menggambarkan kota Banten pada tahun 1596 dan
Jembatan Rante telah ada dalam peta tersebut. Selain itu, dalam Babad Banten disebutkan bahwa pada tahun 1570,
Sultan Maulana Yusuf telah membangun fasilitas kota dengan segala macam kebutuhan untuk
perdagangan. Ia membangun “pintu pajak” bagi
setiap kapal asing pengangkut barang dagangan yang masuk ke Kota Banten Lama. Pada saat ini Jembatan Rante hanya tersisa dua bagian
sisinya.
14) Danau Tasikardi
Tasikardi adalah danau buatan dengan luas kira-kira 6,5 Ha yang seluruh
alasnya dilapisi ubin bata. Secara administratif Tasikardi terletak
di Desa Margasana, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, kira-kira 2 Km di
tenggara Keraton Surosowan. Danau ini dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf
(1570-1580). Di tengah danau dibangun sebuah pulau yang disebut pulau Kaputren
yang semula diperuntukkan bagi ibu Sultan Maulana Yusuf untuk bertafakur. Pada masa yang kemudian, pulau ini digunakan sebagai tempat rekreasi bagi
keluarga dan tamu penting sultan. Danau Tasikardi berfungsi untuk
menampung air dari Sungai Cibanten yang kemudian disalurkan ke sawah-sawah dan
ke Keraton Surosowan untuk keperluan air bersih bagi keluarga kerajaan.
15) Pengindelan
Sebelum
masuk ke Keraton Surosowan, air dari
Danau Tasikardi yang semula keruh dan kotor terlebih dahulu dijernihkan di
suatu tempat. Penjernihan dilakukan dengan teknik penyaringan air yang khas
yang disebut pengindelan, yaitu suatu bangunan berbentuk semacam
bunker yang berfungsi sebagai penyaring air (filter station). Bangunan Pangindelan ini dibangun
oleh Hendrik Lucaszoon Cardeel. Untuk menghubungkan Danau Tasikardi, pengindelan,
dan Keraton Surosowan digunakan saluran air/pipa dengan berbagai ukuran (garis
tengah 2 sampai 40 cm ) yang terbuat dari terakota. Ada
tiga buah pengindelan, yaitu Pengindelan
Abang, Pengindelan Putih dan Pengindelan
Emas. Ketiga pengindelan ini mempunyai struktur dan bahan
bangunan yang sama, yakni dari pasangan batu bata dengan memakai spesi adonan
yang terbuat dari batu bata, pasir dan kapur (trans barter). Bagian luar bangunan juga diplester dengan spesi
yang sama.
(1) Pengindelan
Abang
Secara administratif, Pengindelan Abang terletak
di Desa Margasana, Kecamatan Kramatwatu,
Kabupaten Serang. Jarak dari Danau Tasikardi kira-kira 200 m ke arah utara. Pengindelan
Abang merupakan sistem rangkaian penyaringan air yang pertama. Air dari Danau
Tasikardi yang masih keruh diendapkan di tempat ini.
(2) Pengindelan
Putih
Secara administratif, Pengindelan Putih terletak di Kampung Sukadiri, Desa
Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Jarak dari Pengindelan
Abang kira-kira 200 m ke arah utara. Pengindelan Putih merupakan sistem rangkaian
penyaringan air yang ke dua. Air yang sudah diendapakan di Pengindelan
Abang dialirkan ke Pengindelan Putih untuk disaring dan
dijernihkan lagi.
(3) Pengindelan
Emas
Secara administratif, Pengindelan Emas terletak di Kampung Sukadiri, Desa
Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Jarak dari Pengindelan
Putih sekitar 500 m ke arah utara. Sedangkan jarak tempuh
dari Keraton Surosowan 500 m ke arah Selatan. Air
hasil penjernihan dan penyaringan dari Pengindelan Putih selanjutnya diendapkan lagi di Pengindelan
Emas, yang merupakan sistem rangkaian penyaringan air yang terakhir. Dari Pengindelan
Emas, air bersih langsung dialirkan ke Pancuran Mas yang ada di Keraton
Surosowan untuk air bersih bagi keluarga Sultan dan masyarakat di
Keraton Surosowan.
16) Watu Gilang dan Watu Singayaksa
Watugilang adalah batu berbentuk empat persegi panjang
berukuran panjang 190 cm, lebar 121 cm, dan tebal 16,5 cm, terbuat dari batu
andesit. Batu ini terletak 50 m di
sudut barat daya Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Menurut cerita batu ini dipergunakan sebagai
tempat pentahbisan para Sultan Banten. Babad Banten pupuh XVIII menyebut bahwa Watugilang, merupakan batu besar dan rata yang berfungsi sebagai singgasana Hasanuddin.
Selain Watugilang juga
terdapat Watu Singayaksa yang
terletak 10 m di sebelah barat Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
17) Pelabuhan dan Pasar Karangantu
Pelabuhan dan Pasar Karangantu terletak di bagian paling utara
Banten Lama. Pada Peta Serrurier, sekitar abad XVII-XIX M, Karangantu ditandai sebagai pelabuhan
yang dikelilingi tambak ikan. Semula merupakan pelabuhan lokal kemudian
berkembang menjadi pelabuhan nasional dan internasional untuk
Indonesia bagian Barat. Hal ini terutama akibat Malaka jatuh ke tangan Portugis. Di sini terdapat pemukiman nelayan,
dok kapal, dan tempat pembuatan garam. Menurut catatan Jan Jansz Kaeral (1596),
kapal-kapal asing yang berlabuh di sini harus mendapat izin syahbandar. Sementara itu, dari peta yang dibuat oleh de Houtman ketika mengunjungi Banten pada
1598, terlihat bahwa Pasar Karangantu dikelilingi pagar kayu dan
bambu, sedangkan berdasarkan peta Valentijn pada 1725,
terlihat bahwa Pasar Karangantu masih di tempat semula dan dipenuhi oleh
pemukiman.
18) Vihara Avalokitesvara
Bangunan vihara ini berlokasi + 700 m arah timur laut Museum Situs
Kepurbakalaan Banten Lama. Semula, vihara dibangun di Ds.
Dermayon sekitar 1652, pada masa pemerintahan Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati), kemudian dipindahkan ke Pamarican pada 1774. Latar
belakang pendiriannya
dihubungkan dengan legenda rakyat setempat. Dahulu,
rombongan pendatang Cina yang akan pergi ke Tuban kehabisan
perbekalan, sehingga mereka singgah di Banten. Pada saat
itu terjadi
perseteruan antara pendatang Cina dengan penduduk Banten. Pendatang Cina
yang dipimpin oleh Putri Ong Tien mengalami kekalahan sehingga
Syarif Hidayatullah sebagai penguasa Banten,
menikahi Putri Ong Tien. Karena hal
ini, timbul perpecahan
dikalangan pendatang Cina. Sebagian dari mereka memeluk agama
Islam dan sebagian tetap memeluk ajaran leluhurnya. Mengantisipasi
hal itu,
Syarif Hidayatullah membangun sebuah masjid di daerah Pecinan
dan sebuah vihara di Dermayon.
19) Benteng
Speelwijk
enteng Speelwijk terletak di Kp. Pamarican, sekitar 1,2 KM ke arah utara dari Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama (MSKBL). Sebelum ada pendangkalan laut, benteng ini terletak di tepi laut. Benteng berdenah persegi panjang tidak simetris dan setiap sudutnya terdapat bastion, dengan dinding di bagian utara bentuk zig zag. Benteng Speelwijk didirikan pada tahun 1682, mengalami perluasan pada tahun 1685 dan 1731. Benteng Spelwijk dirancang oleh Hendrick Lucaszoon Cardeel. Adapun penamaannya diambil dari nama gubernur VOC, Cornelis Janzoon Speelman. C.J. Speelman adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda (VOC) ke-14 yang memerintah pada periode 1681-1684 menggantikan Rijkloff van Goens (1678-1681).
Keadaan bangunan Benteng Spelwijk saat ini sudah tidak utuh, tetapi beberapa bagian dari benteng masih meninggalkan bentuk bangunan yang dapat diidentifikasi dan diketahui fungsinya serta dapat dinikmati oleh para pengunjung. Benteng ini diduga memiliki dua fungsi, yakni sebagai pertahanan dan permukiman.
Benteng Spelwijk juga menjadi tempat untuk mengendalikan segala aktivitas yang berkaitan dengan Kesultanan Banten dan juga sebagai tempat berlindung/bermukim bagi orang-orang Belanda (VOC). Keberadaan Benteng Spelwijk di Pintu masuk Kesultanan Banten tampak mengokohkan posisi Belanda dalam usahanya memonopoli perdagangan rempah-rempah khususnya lada yang berasal dari Lampung Selatan, untuk kemudian dijual lagi kepada pedagang-pedagang asing yang berasal dari Cina, Persia, Arab, India dan Vietnam.
Benteng Speelwijk dilengkapi dengan empat bastion, jendela meriam, ruang jaga, basement untuk gudang/logistik dan tambatan perahu. Benteng ini dilengkapi parit keliling yang berfungsi sebagai pertahanan luar benteng dengan ketebalan antara 1,5 sampai 2 meter. Di sudut benteng ini terdapat bastion dan sebuah menara pengintai. Di bawah bastion terdapat ruangan penyimpanan senjata dan logistik. Pembagian ruangan utama di dalam benteng adalah kamar penyimpanan senjata, rumah komandan, kantor administrasi dan gereja yang semuanya tinggal reruntuhan dan pondasinya saja. Di areal benteng, tepatnya di sisi luar sebelah selatan terdapat pemakaman orang asing yang disebut kerkhoff. Bentuk bangunan makam terlihat tidak seragam. Salah satu bangunan makam yang paling besar adalah makam Komandan Hugo Pieter Faure (1718 – 1763), komandan VOC di Banten.
Berdirinya Benteng Speelwijk merupakan permulaan sejarah monopoli perdagangan Kompeni Belanda di Indonesia. Pada 1810, masa pemerintahan Gubernur Jendral Daendels, orang Belanda mulai meninggalkan Benteng Speelwijk karena memburuknya situasi.Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/benteng-speelwijk-banten-lama/
20) Kerkhoff
100 m dari Benteng
Speelwijk ke arah timur, terdapat beberapa makam orang Eropa (kerkhof). Pada 1911, atas instruksi
Gubernur Jendral A.W. F. Iden Borg, reruntuhan Benteng Speelwijk dan kerkhoff tersebut dipugar.
Makam-makam tersebut diantaranya adalah sebuah makam besar,
bagus, dihiasi lambang keluarganya, adalah makam Komandan Hugo Pieter Faure
(1717-1763). Selain itu, terdapat makam Jacob Wits, seorang pegawai pajak dan
pembelian (wafat 9 Maret 1769); Catharina Maria van Doorn, istri Jan van Doorn seorang
letnan (30 April 1747 - 8 Desember 1769).
21) Rumah Kuno Abad XVIII
Rumah Kuno yang diperkirakan berasal
dari abad XVIII terletak diantara Masjid Pecinan Tinggi
dan Benteng Speelwijk, + 500 m arah barat dari Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Sampai saat
ini, rumah tersebut
dihuni oleh keluarga Pak Benjol secara turun-temurun.
Untuk kawasan Banten Lama, rumah ini merupakan satu-satunya rumah kuno yang
masih tersisa dan belum mengalami perubahan struktur bangunan
yang berarti.
Komentar
Posting Komentar